KERJASAMA ANTARA PIHAK SEKOLAH DAN DU/DI
Menurut Oemar Hamalik (2008: 29), pengalaman adalah sumber pengetahuan dan keterampilan yang bersifat mendidik dan terintegrasi dalam tujuan pendidikan.Pengalaman mampu memberikan tambahan wawasan bagi peserta didik sehingga menjadi bekal pengetahuan dan keterampilan baru. Pengalaman terbentuk sebagai akibat dari pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu. Seseorang dikatakan berpengalaman apabila telah memiliki tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan memadai sesuai dengan bidang keahliannya. Selanjutnya.
SMK/MAK mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas sehingga sekolah berupaya memfasilitasi program-program latihan yang berbasis dunia kerja. Program yang wajib dilaksanakan di SMK/MAK untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah melalui Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yang saat ini lebih populer dengan istilah Praktik Kerja Industri (selanjutnya disebut prakerin).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata praktik berarti “pelaksaan secara nyata apa yang disebut dalam teori”. Prakerin merupakan model pelatihan kerja yang dilakukan langsung di industri untuk mengaplikasikan kompetensi yang didapatkan di sekolah serta mempelajari kompetensi yang belum didapatkan disekolah karena keterbatasan alat, serta untuk mendapatkan pengalaman kerja sesuai dengan kompetensi yang dikuasai oleh siswa SMK. Prakerin yang sering disebut On The Job Training (OJT), merupakan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan teretentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan (Bondan Arum Pratiwi, 2009: 16).
Prakerin disebut juga sebagai pendidikan sistem ganda (PSG). Dalam permendiknas No.323/U/1997 tentang pedoman teknik pelaksaan PSG pada SMK disebutkan bahwa “prakerin adalah praktik keahlian produktif yang dilaksanakan di industri atau perusahaan yang berbentuk kegiatan mengerjakan produksi/jasa (Estiko Suparjono, 1999: 259). Pengertian PSG menurut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.323/U/1997 (Estiko Suparjono, 1999: 256), mendefinisikan. PSG merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan pendidikan di sekolah dan pelatihan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan praktik kerja langsung di Dunia Usaha dan Industri. Dapat disimpulkan dari pendapat Muliati A.M (2007:9) bahwa PSG merupakan salah satu strategi mendekatkan peserta didik ke dunia kerja.
PSG (dual system) sudah berkembang lama dibeberapa Negara, di Indonesia pendekatan PSG dimulai pada tahun 1994. Semenjak itu PSG sebagai kajian yang tak terpisahkan dari kebijakan “link and match” yang implikasinya berupa prakerin dijadikan pola utama penyelenggaraan kurikulum SMK di Indonesia
Prakerin merupakan kegiatan wajib ditempuh oleh siswa SMK yang dilakukan di dunia usaha/dunia industri. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Prosser (1949) dalam Prosser’s Sixteen Theorems on Vocational Education yang dalam point ke enam menyebutkan: “Vocational trainging will be effective in proportion as the spesific training experiences for forming right habits of doing and thingking are repeated to the point the habits developed are those of the finished skills necessary for gainful employment”. Yang maknanya bahwa sekolah kejuruan akan efektif hanya jika siswanya diperkenalkan dengan situasi nyata untuk berfikir, berperasaan, berperilaku seperti halnya pekerja di industri di mana siswa akan bekerja setelah lulus”.
Keputusan Menteri No.323/U/1997 menyebutkan bahwa tujuan prakerin adalah kemampuan yang telah didapatkan peserta didik dari proses pembelajaran disekolah diterapkan atau diimplementasikan secara nyata di Dunia Usaha/Dunia Industri sehingga tumbuh etos kerja atau pengalaman kerja. Dapat disimpulkan tujuan utama program prakerin mengoptimalkan hasil pembelajaran pada pendidikan kejuruan di sekolah dengan pengalaman kerja di Industri untuk mencapai tujuan pendidikan kejuruan secara maksimal.
Prakerin terkait dengan metode belajar work based learning (selanjutnya disingkat WBL) atau belajar di tempat kerja. Paris dan Mason dalam Sukarnawati (2011: 76) menjelaskan pentingnya mengaitkan work based learning dengan school experience. Ia mengemukakan bahwa work based learning merupakan bagian esensial dari masa transisi school to-work sebab WBL menyediakan suatu dimensi realitas bahwa sekolah sendiri mengalami kesulitan dalam membekali siswa. Pengalaman kerja dalam masyarkat telah menjadi bagian integral dari pengalaman transisi school to-work bagi siswa.
Prakerin merupakan langkah nyata (substansial) untuk membuat sistem pendidikan dan pelatihan kejuruan lebih relevan dengan dunia kerja. Prakerin memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk mempraktikkan ilmu dan keterampilan yang sudah diperoleh di sekolah serta mendapatkan kompetensi dan pengalaman kerja sesuai dengan keadaan nyata di tempat kerja. Prakerin memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pelajaran yang kompleks dan mempelajari skill yang penting di tempat kerja dalam lingkungan yang riil.
Sukarnawati (2011: 75) menyimpulkan bahwa kesempatan yang diberikan kepada siswa melalui prakerin mendukung siswa untuk belajar tentang karir dan pengembangan keterampilan dalam setting dunia kerja. Siswa yang mengikuti program prakerin dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka peroleh di sekolah ke dalam tugas-tugas kinerja yang nyata di tempat kerja.
Selama siswa prakerin, guru pembimbing melakukan pemantauan kegiatan siswa untuk memastikan siswa hadir di tempat prakerin dan membantu siswa dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya di akhir kegiatan prakerin pembimbing industri akan melakukan evaluasi prestasi kerja siswa selama prakerin untuk memberikan masukan kepada siswa apa saja kekurangan-kekurangan siswa dalam penguasaan kompetensi
Faktor eksternal yang menunjang keberhasilan penguasaan kompetensi keahlian di SMK salah satunya adalah program prakerin. Program pembelajaran di industri ini akan mengantarkan siswanya mengenal jenis pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi keahliannya. Melalui penghayatan dalam program prakerin, siswa akan memperoleh pengalaman bernilai yang akan berpengaruh secara positif yang akhirnya akan membantu meningkatkan kompetensi sesuai bidang keahliannya (Nolker, 1983: 119). Agar tujuan prakerin betul-betul tepat sasaran, maka diperlukan pemetaan yang matang antara kompetensi di sekolah dikaitkan dengan kompetensi di dunia kerja, pemetaan dunia industri yang betul-betul sesuai dengan kompetensi keahlian yang dipelajari siswa, program monitoring dan evaluasi yang terencana dan terarah.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman prakerin yang didapatkan oleh siswa adalah berupa: (1) kompetensi kerja yang berstandar industri; (2) penggunakan peralatan-peralatan yang berstandar industri; (3) melaksanakan pekerjaan secara nyata yang sesuai dengan kompetensi yang harus dikuasai berdasar bidang keilmuannya; (4) mendapatkan bimbingan langsung oleh pembimbing yang berpengalaman; (5) merasakan etika dan cara bersosialisasi di tempat kerja; (6) pengelolaan waktu; dan (7) pengembangan karir. Dari keseluruhan pengalaman yang diperoleh di tempat prakerin diharapkan dapat membantu peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pada bidang praktik kejuruan sehingga siswa lulus dari SMK sudah siap untuk bekerja dan mengembangkan karirnya.